Here's one of what I like to do the most, nangkring.
Karena kesukaan yang satu ini, saya sampai punya cita-cita bikin tempat nangkring sendiri, alis bikin warung kopi dilantai satu atau dua (lantai satu, bukan lantai dasar lho ya), but its another story berhubung lom punya modal.
Mengenai tempat-tempat di Bandung yang enak buat nongkrong, itu tentu banyak, tapi ga seenak di Bali tentunya, dan saya selalu mengulang hal ini kalau cerita sama temens (temen-temen, sedikit memprovokasi bahasa, ya) soal enaknya nangkring di Bali. Kamu hanya perlu bayar parkir motor/mobil, and then kamu bisa nangkring sesuka hati dipantai sambil bawa bir or coffee to go, simply with the sunset and the voice of waves, 24-7. Kalau kamu nangkring dipantai lain yang udah mah pakai tiket, ada jam closingnya lagi, see?! Bahkan minimarket2 disana menawarkan area2 tempat duduk yang pas buat nangkring(Bandung sudah mulai meniru hal serupa), dan beberapa dari mereka menghiasi taman2 sekitarnya dengan lampu2 kecil, beuuuh...!!
Di Bandung sendiri, kalau saya nangkring-ngopi itu palingan di warung tenda. Tapi yang namanya nangkring or nongkrong itu ga enak kalau sebentar, dan diwarung2 itu kalau nangkringnya kelamaan ya malu juga, hauhauhaua.. bayar dikit, duduk lama. Dan saya ga ngerasa beda kalau nangkring di cafe kopi. Namanya cafe kopi, kalau nongkrong disitu sambil ngopi lama2 itu wajar, tp lama2 ya malu juga, karena kalau cafe atau resto sebenernya ada aturan ga tertulis (katakanlah begitu) kalau sudah duduk lebih dari satu jam, akan ditawarkan lagi menu/orderan lain sama si pelayan cafe/resto, yang artinya kita mesti order lagi biar ga malu2in (ngakak). Wajar2, masa pembeli mo enaknya doank. Itu sebabnya ada cafe nongkrong yang membebankan biaya waktu ke harga makanan/minumannya, jadi lebih mahal, tapi mereka ga bakalan senewen kalau kita nangkring lama disitu. Tapi gimanapun juga, cafe kopi tetep jadi salah satu pilihan buat nangkring.
Beberapa temen kalau ngajak nangkring itu kalo ga ke bar (non-club), ya ke cafe, tapi bukan nangkring namanya kalau harga yang dibayarkan itu agak mahal/terlalu mahal, mungkin itu karena sayanya ajah yg pelit, hehee.. Tapi buat saya bukan nangkring namanya if you spend money too much than the conversation itself. Nangkring itu ngobrol; relax; bebas cara duduk; ngopi/bir/minuman lain, and ngakak, kalau ga ngakak namanya bicara serius (sedikit melenceng dari definisi nangkring versi saya), kalau bicara masalah, bisa dikatakan sharing, kalau bicara masalah pribadi, itu namanya cuuurrrhat.
Jadi karena ga mau ngeluarin duit terlalu banyak buat nangkring, salah satu caranya adalah seperti yang saya sebutkan diatas, nangkring di minimarket. Mereka skrang menyediakan air panas+kopinya untuk kita seduh sendiri. Tinggal beli cemilan, atau kalo ga beli juga sah2 ajah, tinggal duduk dikursi yang sudah disediakan minimarket itu. Tapi ga semua tempat minimarket-berkursi, enak buat ditongkrongin. Kalau saya paling suka nongkrong diminimarket braga, sekalian memperhatikan ramainya braga ketika malam, its "night" area. Serunya kalau ada orang2 berdandan diluar standar, bisa kita komentarin diam2, atau ngomentarin pegawai2 malam yang masih pada ngelamun nungguin para tamu, hauhauha... night is brighter than the noon.
Believe it, saya enjoy nangkring di pinggiran gasibu. Kamu bisa memperhatikan orang2 sekitar yang lagi pada jalan2 muterin lapangan gasibu. Jalan kesana, balik lagi kesini, jalan kesini, baaalik lagi kesana. Sering juga satu keluarga nangkring2-asoy di gasibu, dooh..makan ga makan asal nangkring. But, and its a big BUT, temen nangkring juga harus enak, masa mo nangkring udah enak2, eh..temen nangkringnya ga enak diajak ngobrol, ah..itu bukan nangkring namanya. Nangkring itu cara lain buat therapy jiwa (eits, bukan bahasa vickynisasi lho). Kalau punya definisi lain soal nangkring, atau bagaimana cara kamu therapy diri sndiri tanpa harus pergi ke psykiater, silahkan dishare :D
