Wednesday 19 December 2012

Diary Movie Riview - The Faith @ The Great Doctor

Aiiish... Ngeliat endingnya film "Faith at the great doctor" bikin ga puas. Masa Eun Sok sama Chou younk cuman senyam-senyum doank? Seharusnya ada kata-kata gimanaa gitu pas episode terakhir itu. Tapi, hal ini bikin saya mengira-ira, kalau kejadian ini nyata, ucapan apa yang kira-kira bakal mereka ucapkan dihari pertama mereka bertemu lagi, juga dihari-hari berikutnya. Kalau saya jadi mereka, mungkin ini yang akan saya katakan :

Eun Sok:
Mimpi, apakah ini mimpi? Rasanya terlalu banyak, dan terlalu lama waktu yang aku jalani hidup sendiri, hingga pemandangan didepanku ini masih tidak bisa aku percaya. Tapi tubuhku kaku, rasanya aku tidak bisa bergerak, aku tidak percaya, aku ingin menikmati waktuku, kesempatanku saat ini untuk memandanganya, sebelum aku sadari ini mimpi.

Chou Younk:
Tuhan, apakah wanita ini sedang memikirkan apa yang aku pikirkan? Aku memang jarang bermimpi kecuali mimpi tentang ayahku, hingga aku yakin kalau ini bukan mimpi. Aku ingin mempercayai bahwa ini nyata adanya, bahwa wanita yang jaraknya hanya beberapa langkah dariku, benar datang padaku dan tidak akan menghilang lagi, walaupun aku rela menunggunya lagi, untuk kembali. Tapi walau aku tahu dia berdiri dihadapanku hingga aku bisa meraihnya kapan saja, aku ingin memuaskan mataku untuk memandangnya terlebih dahulu. Tapi Tuhan, aku tidak akan pernah puas memandangnya.

Eun Sok & Chou Younk:
Sebuah cara yang aneh untuk menyatukan aku denganmu, tapi aku tidak akan pernah menyesal, karena kau adalah intan yang pantas aku raih dengan susah payah. Tapi ini aku, kita, dengan keputusan terbesar kita. Kita memulai sesuatu yang baru. Jangan takut untuk membuat aku khawatir lagi, kita berjanji untuk berbagi semuanya, karena kita partner. Kita akan ber-high5, menyematkan kelingking, dan berkata "ah-ja!" dan kita akan berlatih menggunakan pisau lagi, karena ternyata masih banyak hal-hal bahaya yang akan kita hadapi. Semoga penantian itu tidak ada lagi. Kebahagiaan ini, adalah lebih dari jabatanmu, dari ambisi untuk mempunyai sebuah rumah sakit sendiri. Ambisi kita adalah tentang pertemuan kita.


Kau tidak akan pernah tahu seberapa bahagianya aku ketika aku membuka mataku dipagi hari, gelisah seketika apakah kemarin ini hanya mimpi, tapi ternyata kau disisiku, benar-benar disisiku, dan memberikan senyum itu lagi.
Akhirnya aku bisa melihatmu setiap hari.


Tabib dewa & Kapten.

Sunday 18 November 2012

Teman Sejalan

Saya merindukanmu, teman yg bisa mendaki gunung bersama, teman yg bisa berbicara dan berfilosofi bersama. Memandang hidup, bukan gaya hidup. Cinta hidup, bukan cinta romantika.
Teman yg bisa mengerti cara mengenyahkan apa yg kita sebut "bosan" dengan cara menertawakannya.
Teman yg bisa bercelana pendek, bersendal jepit, tertawa puas, dalam keramaian. Lupakan semua gayamu karena itu membelenggumu.


Teman yg bisa dengan seru menyusuri film-film dvd bajakan pinggir jalan. Teman yg mau berkeringat bersama dengan cara sehat, bisa mengeluarkan teriakannya dan membuat gema, hingga orang-orang mendengar dan tahu kita beda, bahwa kita perduli tapi juga bisa tak perduli tentang tradisi kolot-mengikat.
Adalah sosok teman yg bisa membuat kita menatap hidup lebih enteng, bahwa kita telah banyak buang waktu dan terbelenggu hal duniawi.


Teman yg mengerti sorot matamu, mengerti senyum yg hilang yg biasanya terhias dimenit pertama bertemu. Teman yg tidak melihat gender hingga kau bisa dengan bebas memeluknya ketika kau membutuhkannya.
Teman yg masih 'mencari jawaban' hingga kata-kata bijak baru pun selalu muncul, dan membuat kita semakin tenang menjalani hidup. Teman yg walaupun malu-malu, menceritakan mimpi tertingginya.
NIP, tak ada pula teman yg sempurna, teman yg selalu 'mencari jawaban'lah..yg akan sejalan, mengerti jalan pikiran kita tanpa kita harus menceritakannya. 


Teman yg saya rindukan, yg belum pernah saya temui.

Thursday 27 September 2012

Teman yang Bisa Memberi Pelajaran

     Tepatnya pada satu minggu yang sama, Emily mendapatkan dua undangan; satu dari teman masa kuliahnya, satu lagi dari teman masa SMA-nya. Tanpa ragu, Emily memutuskan untuk tidak mendatangi kedua undangan tersebut. Lagipula, undangan-undangan yang sebelumnya pun tidak pernah ia datangi. Ia terlalu malu, karena ia melihat teman-temannya yang telah berhasil sedangkan apa yang sudah ia raih selama ini adalah kosong. Tidak lain hanya berstatus sebagai karyawan tidak tetap pada satu perusahaan swasta. Mungkin ia punya posisi yang cukup penting, tapi apalah artinya posisi penting pada satu perusahaan kecil saja. Dan lagi, apakah ia harus menggembar-gemborkan pada teman-temannya bahwa ia punya posisi penting itu ditempat kerjanya pada teman-temannya agar ia tidak malu, sedangkan nama perusahaannya saja, belum tentu orang kenal?

     Jadi Emily tetap tidak datang. Ia hanya bisa membayangkan kesenangan yang teman-temannya dapatkan ketika mereka berkumpul, tentang pertanyaan-pertanyaan standar dan bisa diperkirakan bakal dilontarkan dari satu teman ke teman lainnya, hingga Emily saja pun bisa menghafal jawabannya jauh-jauh hari. Tentang bagimana mereka bereuni masa lalu, saling flirting jika ada yg sama-sama single, saling membincangkan keberhasilan mereka dalam berkarir, keluarga mereka, atau calon pasangan mereka, pernikahan mereka. Cih! Tak ada satupun dari list pertanyaan itu yang bisa Emily jawab dengan rasa bangga.

     Kehidupannya terlalu normal, terlalu biasa.

     Suatu hari setelah lewat dari tanggal undangan, Emily berjalan disatu pasar tradisional. Emily berjalan menyusuri gang kecil namun padat akan pembeli. Ia menutupi hidungnya dengan kerah jaketnya karena bau. Disatu tempat yang agak lengang, ia melepaskan kain jaketnya dari hidungnya, tidak terlalu bau, pikir Emily. Emily mendapati satu laki-laki berkulit coklat, tidak terlalu tinggi, sama sekali tidak ada hal yang menarik dari pria ini, menurut Emily, tapi pria ini memperhatikan Emily dengan tatapan tertarik yang membuat Emily jijik. Emily jalan lebih dalam, mencari apa yang ingin ia beli.

     Emily pulang melewati jalan yang sama, tidak sengaja ia melihat satu meja yang menjual pernak-pernik wanita. Emily hendak membeli ikat rambut, jadi ia mampir. Hanya dalam itungan detik, Emily memilih satu ikat rambut polos, tapi ia tidak menemukan penjualnya, jadi ia bertanya pada ibu penjual, disebelah meja itu.

     "Bu, kemana yang jualnya?"
     Ibu itu langsung memanggil laki-laki, yang sedang bersandar disatu tiang.
     Ah, sial!
     "Ini berapa?" tanya Emily tanpa memandang laki-laki itu, malas rasanya.
     "Seribu saja. Kamu dulu sekolah di SMP XX, ya?" ucapnya langsung tembak.
     Ha? Emily langsung menatap mata laki-laki itu. "Iya, kau tahu?"
     "Masih inget saya, ga?"
     Emily memicingkan mata, mencoba mengingat-ingat. "Aduh, lupa saya."
     "Ah, padahal kita satu kelas, lho," jawabnya tersenyum.
     "Masa sich?"
     "Iya, coba inget-inget lagi. Inget sama Bayu, ga?"
     "Bayu yang orang Bali itu bukan?"
     "Ga tau dech dia orang mana? Emang dia orang Bali ya?"
     "Ya, saya sich cuman inget sama Bayu yang orang Bali itu, yang kalo apa-apa ngomongnya selalu ada akhiran H. Terkenal karena itu kan dia?"
     Laki-laki itu tertawa. "Ga tau malah saya."
     "Udah merid kamu?"
     "Udah, anak satu. Kamu?"
     Emily geleng-geleng kepala sambil tersenyum malu. "Namanya siapa?" tanya Emily
    "Erick. Sok coba inget-inget," lanjut laki-laki itu dengan aksen Sunda yang kental.
     Emily kembali terlihat menerawang, memperhatikan wajah laki-laki bernama Erick itu.
    "Ya udahlah, inget-inget ajah lagi dirumah," lanjutnya masih diakhiri tawa. Kata-katanya seperti mengakhiri percakapan. Maka, Emily mengeluarkan uang seribu rupiah, berterimakasih dan berpamitan.
    Tepat ketika Emily keluar dari gang pasar itu, Emily ingat siapa Erick. Langkahnya terhenti, dan berniat kembali ketempat tadi dan bilang, "ah, saya inget kamu sekarang!" Tapi niatnya diurungkan, Emily kembali berjalan kearah pulang.
     Emily lalu mengingat-ingat masa SMP-nya. Erick duduk di dua kursi dibelakangnya ketika itu, dan Bayu menjadi penengah dengan duduk dibelakang Emily. Erick memang dari dulu kecil, seingatnya warna kulitnya tetap sama, coklat gelap, dan rambut bergelombang.
     Emily merasa berdosa, dan malu pada dirinya sendiri karena sudah beranggapan kalau tatapan Erick sebelum mereka bersapaan, adalah tatapan laki-laki genit, Emily akhirnya sadar, itu adalah karena Erick merasa mengenal Emily.
     Kemudian Emily bertanya-tanya, Erick ini tanpa rasa malu, menyapanya, mengajaknya berbicara, dan tidak terlihat minder sama sekali dengan profesinya yang hanya penjual aksesoris wanita dipasar tradisional yang notabene di Indonesia itu bau dan kotor.
     Pekerjaan yang halal memang, Emily tahu itu, tapi...

     Pada akhirnya Emily tahu, ia terlalu melihat keatas, tidak melihat kebawah. Untuk apa ia merasa minder pada teman-temannya yang bahkan belum bisa dikatakan benar-benar teman. Erick memberinya pelajaran ketika itu, hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Tuesday 25 September 2012

Ted - Diary Movie Review

Seriously, semua orang pasti tahu kalau film ini ga mungkin jadi film #1
Ya, pastilah, siapa juga yang bakal bilang kalau ini film bagus. Kamu mungkin? He? Iya kah?
Semua tergolong biasa saja, dari mulai sisi komedi, drama, klimaks, adegan tegang. Everything's is flat. Statusnya cuman... hmm, okelah gw tonton kalau emang gada film lain. Dan emang saya nonton ini karena gada film lain, hahaha...

Film ini, as we know, bercerita soal persahatan John Bennett (Mark Wahbelrg) sama Tedy (bear) yang emang cuman satu-satunya didunia. Nggak seperti image Teddy Bear yang manis, ini Ted adalah beruang yg guoblokk banget, doyan ganja, doyan sex, dan doyan party, sampai2 Lori Collins (Mila Kunis) pacarnya si Ted, harus ninggalin si John karena si Ted ini.

Kalau bukan karena pemainnya yg ganteng, Mark Wahlberg, dan si cantik Mila Kunis, mungkin bakal lebih ga seru lagi ini film. Jadi cuman dua orang itu yang bikin saya tertarik buat nonton.

What do you think?



Rate 1 - 5 : 2

Sunday 23 September 2012

LD Friend

Hey..jangan khawatir, aq ada disampingmu :)
Aq lihat air matamu itu, airmata yg kau korbankan demi seseorang
Tetaplah untuk tidak khawatir, karena aku akan menghapus air mata itu dengan tanganku sndiri
Aq berikan waktuku
Dan kita duduk bersama berbagi malam
Nich, pundakku untuk sandaranmu, karena pundakku sesakti alam semesta, bisa meringankan masalahmu
Aq akan merangkulmu, sebagai kata lain dari "semuanya akan dan pasti akan baik-baik saja"
Mulailah bersiap karena waktu akan terasa berjalan lama
Tanpa kau sadari, dalam waktu yg terasa lama itu, kau akan bertambah kuat
..dan bersinar
Hingga tak ada yg kau takuti lagi
Berhentilah berkata bahwa kau sudah bersikap memalukan karena merindukannya
karena yg aku tahu itu cerminan dari rasa sayangmu
Dan pada akhirnya kau tahu bahwa hal itu takkan kau lakukan lagi
Aq menyayangimu..
Biar mereka yang menyia-nyiakanmu pergi, mereka hanya tidak sadar mereka telah melepas satu kasih yg telah Tuhan ciptakan untuk mereka melalui kau
Sini, kupeluk dan kuusap halus tanganmu..

Everything's gonna be allright, my dear friend.

(Point to) send - klik
Sent from 173.219.xxx.xx to 192.168.1.1

Saturday 8 September 2012

Step Up Revolution - Diary Movie Review

     Siapa yang nggak muji sama gerakan-gerakan dari ide kreatif Jamal Sims, Christopher Scott, Chuck Maldonado dan Travis Wall (From : Wikipedia.org), semuanya kereeeeeeen... My favorite would be ... office-staff-ass performance, I like to call it that way since I dont know the name of that part.
     Karena film ini keluarnya deketan sama Street Dance, boleh lha ya saya banding2in sama film itu. Nggak seperti Street Dance 2, pelakon cowoknya kali ini ganteng (ketawa konyol) meskipun sama2 nggak diekspos cara pelakon utama cowok menari. Dikedua film ini, yang diekpos cara menarinya cuman cewek pelakon utama dan group, jadi bukan pelakon cowok. Soal cerita, Step Up Revolution ini payah, dan sangat mudah kebaca bagaimana endingnya. Mungkin karena terlalu fokus pada adegan dansa, hingga kualitas dramanya berkurang. Lain halnya dengan Stree Dance, dramanya dapet, dansanya juga dapet, tapi gerakan dansa emang lebih keren di Step Up ini, mungkin karena efek kuantitas penari juga ya.
     Performance klimaks dari film ini kereeen, banyak ide dimunculkan, saya juga suka pas adegan goret2 lantai sampai nimbulin percikan api (backsoundnya cocok dengan lagu Katy Perry - Fireworks, hahahaa). Tapi kalau boleh kritik sich, ini adalah performance yang terlalu banyak ide. Fokus hanya pada 2 atau 3 ide mungkin bisa menjadikan performancenya lebih terkonsentrasi (saya nggak tahu maksud saya apa, tapi semoga yang baca, ngerti. Pun kalau ada yang baca). Dibilang berantakan, nggak juga sich. Mungkin kurang terintikan ajah maksud saya, biar lebih padat dan pas.

Rate 1 - 5 : 5

Step Up Revolution "Office Mob" Extended Clip Official 2012 [HD 1080]


Favorite Mob Dance Performance (How I wish I could grab the dollars)




Gone - Diary Movie Review

     Si mata belo Amanda Seyfried ini selalu keren, saya suka sama wajahnya yang khas. Ceritanya dia bertarung dengan situasi sulit sendiri, untuk menemukan kakak satu2nya yang diculik orang. Tonton film ini dari awal sampe hampir ke klimaks itu seru dan lumayan tegang, pas bagian klimaks, gariiiink (kecewa.com). Apa sang produser dan/atau sutradaranya kaga ngeuh gitu dengan klimaksnya yang saya bilang sich mengecewakan. Padahal karakter Amanda difilm ini keren lho. Ketegangan diklimaks cuman dikasih sedikit.
     Dan ada Wes Bentley si muka dingiiiin... perannya disini dikasih dikit doank, sangat-sangat kurang, padahal kalau dikasih lebih, bakal oke nich film, setidaknya menurut saya. Saya nonton film ini di dvd, pas awal-awal nonton sich beranggapan kalau film ini cocok ditonton di bioskop, karena lumayan tegang, tapi menjelang akhir, waduuh...untung juga nontonnya kaga dibioskop. Jadi apa harus nonton setengah dibioskop, setengah di dvd gitu?



Rate 1 - 5 : 2,5 
(boleh duuunk, pake koma)

The Four - Diary Movie Review

     Nggak kedengeran gemanya film ini, kayaknya film yang berasal dari China yang ditayangin di 21 / XXI nggak banyak diminati Orin alis Orang Indonesia (bikin singkatan seenaknya), kecualiiii...film2 yang dibintangin pemain2 terkenal, kek Chen Lung (Jackie Chan), Lee Lian Ji (Jet Li), Liu De Hua (Andy Lau), dll...baru dah diminati.
     Film ini cukup seru, nggak masalah kalau nontonnya di dvd, jadi nggak mesti dibioskop. Film ini nggak ubahnya kek film2 polisi jaman sekarang, dimana ada proses penyelidikan ala detektif, penunjukan identitas polisi ketika mau check sana-sini, dll (dan lupa lagi). Disini Collin Chou tatonya kereeeen banget, dan dia cool (pada awalnya sich), tapi begitu si Butterfly muncul, dia nggak ubahnya kek Ronald Cheng, konyol. Dan saya juga suka sama image Yi Fei Liu yang mirip banget sama Dian Sastro, cantik!
     Film, saya rasa sedikit kurang rapih ajah, ada beberapa hal yang kurang masuk akal (teknologi yang belum mungkin ada) tapi masih bisa diterima lha. Klimaks oke (sebenernya kurang tegang). Jadi mendingan nonton di dvd ajah dech, hahhahaha...

Rate 1- 5 : 2

Sunday 2 September 2012

(Another) Note of Hagrid

     Sekarang saya ingat bagaimana kami harus pindah meninggalkan sebagian saudara kami, keluar kota. Bagaimana kami diasuh oleh seseorang yang disewa, ketika Ayah pergi mencari nafkah, dan masih...disela-sela kesibukannya dengan ruang kerja yang dibuat khusus dirumah baru kami, dia mengajarkan kami membaca doa berbahasa Sansekerta dan mengajarkan perbedaan doa dalam bahasa Pali. 
     "Kalian duduk seperti ini," perintahnya lembut sambil duduk bersimpuh, membagikan kami secarik kertas yang sudah ia ketik dengan mesin ketiknya yang masih mulus hingga detik ini, dalam beberapa kertas, dan ia bagikan kepada anaknya, dua diantaranya masih belum bisa membaca, tapi mereka tetap mengikuti ucapan doa Ayah sebaris demi sebaris.
     Lalu kami tidak sabar menunggu Ayah pulang dihari Sabtu, dimana ia pulang lebih awal, dan kami merindukannya. Kamipun merindukan oleh-oleh yang sering Ayah bawa pulang dihari Sabtu. Ia biasa membelikan makanan, roti, coklat tabur, susu, dan makanan kecil lainnya.
     Satu bulan sekali, ia pulang ke kampung halaman yang sebenarnya lebih tepat dikatakan kota halaman, karena tempat yang kami tinggali ketika itu tidak lebih dari sebuah desa berkembang. Ia menjenguk sebagian anaknya yang tinggal dikota yang berbeda. Anak-anak cowok yang cenderung ingin bertindak nakal diusianya, hanya terawasi sebulan sekali saja, alhasil kadang ada saja masalah yang membuat Ayah lebih sering melamun untuk mencari jalan keluar. Ini membuat aku berpikir, apakah ia pernah menyesal punya banyak anak hingga ia mengalami kesulitan membesarkan seorang diri? Apakah larangannya pada saya tentang tidak mengambil pasangan dari suku tertentu merupakan refleksi dari penyesalannya dahulu?
     Sedikit demi sedikit kenangan itu muncul, tentang bagaimana masa kecil kami, tentang bagaimana Ayah bertindak, dan kami baru menyadari alasannya sekarang. Kami begitu naif pada waktu itu, karena tidak ada yang mengajari kami bahkan cara menggosok gigi yang baik, dan itu bukan kesalahannya. Kami hanya berada pada situasi yang tidak baik. Kami memahami bagaimana heroiknya tindakan Ayah kami, bagaimana kerasnya ia hingga mempengaruhi pola pikir kami, dan bagaimana menyedihkannya ketika ia harus mengambil satu keputusan yang sulit, mengorbankan waktu, tenaga, dan materi.
     Ketika kehidupan asmara mempengaruhi kehidupan saya, saya mendapat pengalaman menyakiti dan disakiti. Itu semua pelajaran untuk menguatkan hati. Orang-orang yang lewat dan memberi luka, adalah guru dalam bentuk lain saja, jadi terimakan pelajaran itu. But crap! Persetan itu semua! Apa artinya sakit hati urusan asmara macam umur-umur muda dibandingkan masa-masa kami, masa "Our Dad, Our Hero", yang menjadikan anak saya akan lebih menghormatinya daripada saya, ibunya sendiri.

Tuesday 21 August 2012

Lost Letter

Ini menyedihkan buat saya. Pas saya lagi nongkrong-nongkrong dipantai Kuta, ngelamun.com, saya nemuin sebuah amplop putih, tersegel rapih. Tidak ada tulisan pengirim dan penerima, blaaas polos. Saya biarin ajah, tapi lama-lama kenapa jadi penasaran, ya? Saya lihat kanan kiri, nggak ada tanda-tanda seseorang sedang mencari sesuatu. Saya ambil amplop itu, saya terawang dengan bantuan sinar matahari, siapa tahu isinya uang (dollar), tapi yang kelihatan cuman siluet kotak.
Sebut saja saya lancang, saya memang lancang. Saya membuka amplop itu, merobek bagian kiri, dan saya menemukan secarik kertas saja, berisikan kata-kata:

Hey friend..
I was waiting for your messages. For a few time, I didn't get it.
When we did it, Gosh..we're so American, but I didn't expect for regret. Its enough I had it with someone one else, but respect me this once, I'm your friend, and a woman, and you should know what a woman's want. No need to be special, but on the other side I'm your close friend, and you're old enough to know what to do.
Just need you to know that I'm exist. That we we're best friend and what we did won't change a thing.
Now, I know if I ask you, you will say we're fine. I dont need to be genious to know you covered it up.
Please, don't make me think that this is just another mistakes. I know that this growing feeling its something that I shouldn't have, but its something that I can't control either.
I won't let u carry the burden, let it just me, who feel it, and hold it inside.
You're not a mistake, you are the one that supported me, don't get away.
But if you still silence, than I'll be the one who get away.
 
Saya tahu ini surat pasti dari seorang cewek ditujukan pada cowok yang ia sebut sahabat.Surat ini kayaknya ga pernah sampai ke penerima, jadi buat saya ini menyedihkan. Apakah pada akhirnya si cowok tahu gimana perasaan si cewek?
Atau, secara ajaib cowok itu baca postingan saya ini (saya tahu, itu mustahil, makanya saya bilang secara ajaib)? Kejadiannya tahun 2o1o, dan sekarang sudah 2o12, tapi masih saya simpan suratnya... eum, sampai 1 menit yang lalu, saya buang akhirnya (karena sudah saya tulis diblog) hehe..

But, hope they ended up happily.

Monday 20 August 2012

Secret Admirer

Saya sedang memperhatikan satu orang yang jaraknya kiloan meter.
Pernahkah terpikir olehnya, seseorang disini sedang memperhatikannya, lama sebelum ia menjauh?
Terpikirkah olehnya ada yang mengaguminya?
Membuka profile facebooknya diam-diam, apa yang ia tweet, apa yang ia tulis diblog, status messenger.. Memperhatikan gerak-geriknya, detail arah sisiran rambutnya, berusaha tahu apa yang ia suka, dan mengeksplor lebih dalam apa yang kebetulan sama-sama disukai.
Dia tidak tahu bahwa orang yang menyukainya ini sibuk memikirkan berbagai cara agar bisa dekat dengannya, tapi rasa kurang percaya diri ini yang hanya setingkat tumit kakinya saja yang membuat ia kehilangan kesempatan.
Ia bahkan ragu kesempatan itu akan ada.
Jadi ia menerima kenyataan saja bahwa ia hanya bisa berteman dengan orang yang selalu diperhatikannya ini.
Ia ingin mencoleknya dan berkata santai, hey..ngopi yuk! Atau bahkan, hey..gw naksir loe, tau!
Alih-alih ia takut orang itu akan menjauh jika ia tahu yg sebenernya. Jadi ia tidak perlu tahu. 
Cukup dirinya saja


Ada yang sedang memperhatikan kita dari jarak kiloan meter.
Pernahkah terpikir oleh kita, seseorang disana sedang memperhatikan kita, lama sebelum kita menjauh?
Terpikirkah oleh kita ada yang mengagumi kita?
Membuka profile facebook kita diam-diam, apa yang kita tweet, apa yang kita tulis diblog, status mesenger..
Memperhatikan gerak-gerik kita, detail arah sisiran rambut kita, berusaha tahu apa yang kita suka, dan
mengeksplor lebih dalam apa yang kebetulan sama-sama disukai.
Kita tidak tahu bahwa orang yang menyukai kita ini sibuk memikirkan berbagai cara agar bisa dekat
dengan kita, tapi rasa kurang percaya dirinya ini yang hanya setingkat tumit kakinya saja membuat ia kehilangan kesempatan.
Ia bahkan ragu kesempatan itu ada.
Jadi ia menerima kenyataan saja bahwa ia hanya bisa berteman dengan kita yang selalu diperhatikannya ini.
Ia ingin mencolek kita dan berkata santai, hey..ngopi yuk! Atau bahkan, hey..gw naksir loe, tau!
Alih-alih ia takut kita akang menjauh jika kita tahu yang sebenarnya. Jadi dia pikir kita tidak perlu tahu.
Cukup dirinya saja.

Sunday 19 August 2012

Street Dance 2 - Diary Movie Review

Tadinya sich mo nonton Total Recall, tapi telat. Jadinya nonton Street Dance, I said..why not (agak-agak sebelah mata gitu), tapi ternyata film ini memang layak ditonton, dan lebih bagus lagi, nontonnya dibioskop atau tv layar lebar. Sayang sich kalau nontonya cuman di dvd, karena gerakan-gerakan dance mereka emang top markotop, jadi biar lebih jelas lihatnya.

Kejutan pertama didapat dari nongolnya George_Sampson, si kurus culun yang pernah ikutan Britains Got Talent (2oo7), tapi George ini terlalu difokus pada saat dia bicara (alis cerewed), cara dia nari ga begitu disorot. Pelakon utama, Falk Hentschel, sumpah duweeeeh...menurut saya dia kagak ganteng ko, body ok sich, tapi ya itu doank. Sama ke nasibnya abank George, Falk ini rasanya ga terlalu disorot juga keahlian menarinya. Jadi film ini menyorot cara menari tim secara bersamaan ajah. Beda lagi sama Eva yang diperanin Sofia Boutella, cara dia menari bener-bener disorot, its worth, karena dia keren mampoooz..

Kerennya Sofia ini menari tentu ajah ga bakalan kerasa banget kalau bukan karena ide-ide cemerlang sang koreographe Rich - Tone Talauega dan Maykel Fonts. Gerakan-gerakan mereka diluar imajinasi saya yang notabene jelas bukan penari. Tapi kalau Anda penari, pernah kepikiran buat gerakan seperti itu?

Ini fakta, bahu saya kadang suka gerak sendiri, terhentak musik + gerakan tarian yang ada di film. Punya efek yang bagus, kan? Sama sich kek waktu saya nonton Street Dance 1, Bring It On, badan saya kadang suka terhentak-hentak gitu saking mengagguminya, hahaa... Go on and laugh it off :p
Tapi kayaknya bukan saya doank dech.

Rate 1 - 5 : 4

Good enough I guess :D

Friday 17 August 2012

My Week With Marylin - Diary Movie Review

Petama-tama (tanpa r - so' imut), buat yang ga suka drama, tidak disarankan buat nonton film yang satu ini. Mungkin bakal dikomentari na'uzubilah boringnya, tapi buat yang suka drama, belom tentu juga suka nonton film ini. Hanya orang yang sabar yang mau nonton film sampe abis, yang bakal ngerasa kalo film ini sebenernya cukup layak ko buat ditonton. 

Tapi film ini, biarpun saya suka, ga saya saranin buat nonton di bioskop, cukup dvd ajah. Bahkan ketika beberapa kali saya mendatangi toko penjual dvd, saya lewatin film ini beberapa kali, sampai ada temen spesial saya bilang kalo ada Emma Watson di film itu. Ok, siapa yang ga suka Emma Watson? Rasanya banyak banget orang yang suka cewek pemeran Hermione Granger di film favorit saya tingkat dewa, Erny Potter. Ehm, maksud saya Harry Potter.

Jadi saya beli film ini. 

Yang menjadi tokoh utama difilm ini adalah Michelle Williams (remember Dawson Creek?) -  agak chubby dari sosok Marylin sebenarnya,  dan Eddie Redmayne, dan sayangnya, Emma Watson yang jelas-jelas namanya dipampang dicover dvd, cuman mampir difilm ini sebentar saja, mirip dengan tokoh pembantu. Waktunya yang cuman sedikit di film ini menurut saya menurunkan pamor Emma Watson, karena dia seperti ga ada apa-apanya didunia akting. Sukses besarnya berakting sebagai Hermione, terlupakan begitu saja. Tapi Emma Watson lagi syuting film baru, kita lihat seberapa hebat lagi dia.

Back to the topik saya bundar, film ini rada datar, tapi pas abis malah ada kesan yang tertinggal dibenak saya (preet). Kalo ditanya pilih yang mana sebagai pasangan, tentu saja saya lebih pilih Colin Clark (Eddie Redmayne) sebagai pasangan terakhir Marylin. Berati Eddie disini berhasil berakting, karena dia tampak melindungi, bingung pada awalnya, tapi secara jelas pelan-pelan mengalir mulai menyukai Marylin. Kenapa Colin bisa akhirnya naksir Marylin, padahal dia punya pacar cantik (Emma Watson)? Karena Marylin yang begitu menyerahkan diri pada Colin mungkin? Pembawaannya yang bertutur manja, sensual, lucu, dan memang menawan, meminta perlindungan, yang akhirnya bikin Colin menyayangi Marylin tanpa memandang statusnya sebagai super star.

Tapi saya ga tau apa kisah ini memang nyata apa ga, tapi Colin Clark itu memang ada. Berarti kisah ini nyata? Saya perlu browsing dulu kalau begitu. 
Kehidupan seorang Marylin Monroe adalah sebuah drama. Tahu sendiri kan, gimana akhir hidupnya Marylin? Menyedihkan. Jadi seperti saya bilang diatas, kalau mau nonton film ini, sabar ajah nonton sampai akhir. Ini film bisa dikatakan apresiasi untuk Marylin Monroe, jadi tidak mengejar kesuksesan yang wah.

Rate 1-5 : 2.5
(emang ada point dua setengah??)

Total Recall - Diary Movie Review

Why future? Kenapa masa depan?
Bayangin kalo film ini ngambil settingan normal, waktu sekarang, teknologi sekarang, kulkas jaman sekarang, mungkin cerita ini bakal biasa ajah sama ama cerita2 pengkhianatan/pengambilan kekuasaan/kudeta lainnya. Tapi film ini didesain sedemikian canggihnya, termasuk dari cara pelakon masup mobil (pengendara duduk dikursi yg nempel dipintu mobil, lalu otomatis dihantar kedalam). Semua serba canggih, tentu ajah wong settingannya masa depan, kecuali tempat tidur yang tetep begitu2 ajah, iyalah fungsinya kan cuman buat tidur, kaga mungkin tidur sambil nton ato browsing, jd gada teknologi2nya tuch tempat tidur.

Jadi dengan settingan masa depan, film ini jadi seru. Ide2 kreatif difilm ini bikin film ini geregetan. Si istri palsu itu juga keren bgt, saya lebih suka dy drpd cewek satunya lagi (lupa namanya, pokoknya yg punya luka sama ama si bogalakon). Dari mulai aksen inggrisnya, bodynya, cara berantemnya yang keren melebihi para cowok2 difilm2 itu, dan juga wajahnya yg cakep, ga bosen lihatnya, mirip nyokap, jiaaaaahahahaa..

Adegan yg dimaksud "recall" ini keitung cuman bentar, jd ga terlalu berkesan, tp memang "total" merubah seluruh hidup si bogalakon, tp kalo boleh komen sich, efek dr judul film masih kurang.


Ok juga buat ditonton 3D. Efek 3Dnya 'cukup'. Mungkin masih lebih banyak Amazing Spiderman efeknya karena dy yg terbang-bergelantungan digedung2 (ngemeng2, pernah ngebayangin si Peter Parker bunuh diri dgn cara menggantung dirinya sendiri pake jaring2 yg dihasilkan tangannya?)

Intinya campuran antara drama - aksi kelahi - asmara, cukuplah difilm ini, yg kerasa lebih menonjol tentu ajah setting 'masa depan' itu.


Ada kejadian sedikit memalukan waktu nonton film ini. Karena nontonya kemaleman (tapi bukan midnite), akhirnya babeh telepon. Ya Tuhaaan, kenapa suaranya bisa begitu nyaring sampai tetangga sebelah yang lagi asyik nonton kayaknya bisa denger.


"Va, kenapa belom pulang?"
"Iya, Pah. Bentar lagi pulang."
"Udah malem ini."
"Ya, Pah. Bentar lagi nich, nanggung."


T__T

Rate 1 - 5

Thursday 9 August 2012

The Double - Diary Movie Review

Hadoooh...ini berdua paporit gue, apalagi Richard Gere. Falling in love with him ever since the "Pretty Woman", I mean..whos not? (falling in love with him after the movie).

Belum semua film Richard Gere saya tonton, tapi coba kalau ada, sebutin film dia dimana dia ga berakting dengan karakter kalem, karena disetiap film dia yang saya tonton, pasti ajah dia jadi pria kalem, tenang, cool.

Termasuk di film the Double ini. Kaga tahu dah Richard Gere ini jadi penjahat apa bogalakon (wow, istilahnya). Awalnya dia jadi penjahat, trus kalau ga salah nangkep cerita ini sich, dia ninggalin dunia bunuh membunuhnya (penjahat elit) dan jadi bogalakon alias polisi yang baik. Tapi dengan sisi2 jahatnya ini pun, Richard tetep berakting jadi pria yang kalem, dan tipe orang yang 'everything-is-under-control'.

Sebenernya saya nonton film ini agak kurang nangkep, jadi mending nonton 2x buat Anda2 yang tipenya lemot kek saya. Status film ini menurut saya ga apa buat ditonton dirumah (dvd - red), jadi mo nonton sampe ke 12x-nya pun no problemo.

Efek drama ; keakraban / keterkaitan batin antara Richard dan Topher Grace menurut saya juga kurang, padahal tambah dikiit ajah lagi, tapi teka-teki sebagaimana film detektif, di film ini saya bilang seru lah (pake lah?)

Ngemeng2, saya ngfans sama Topher Grace itu semenjak saya nonton That 70's show kocak, dan bahasanya gaul, hahahaaa....film lama sich. Film lain yang saya tahu dari Grace ini juga di Spiderman 3, yang jadi penjahatnya - spiderman hitam.

Kalo saya rate dari 1 - 5 : 3

Love it !

Thursday 26 July 2012

Batman, The Dark Knight Rises - Diary Movie Review

Sebenernya nggak ada rencana nonton, bayangkan hari itu tanggal 26 Juli 2012, dompet otomatis kurus kering, tapi sang adik bagai setan bertopeng manusia menawari pinjaman 25.ooo buat tiket nonton Batman The Dark Knight Rises (but then dead, ha3). Jadi nontonlah saya sama si adik.

Film ini keren sich ya, makin sini kita makin terbiasa dengan aksi2 tegang dari filmnya Hollywood, dan film ini lumayan tegang. Cuman menurut saya - ya memang sich, namanya semua emang gada yg masuk akal ya, tapi yang emang sedikit kurang masuk akal, dan sedikit brutal. Kenapa dibilang brutal, karena ada unsur2 barbarnya ; perang. Perangnya ngambil sistim jaman dulu, dimana pasukan masing2 berkumpul, begitu ada tanda, langsung serbuuuuu! Wah banget sampe Gotham Citynya ancooor.

Film ini juga agak belok2 menurut saya sich, itu mungkin karena efek teka-teki dari film ini. Ada unsur timurnya juga (saya ga yakin itu timur, bagian yg penjara sumur itu, timur bukan sich?)

Kalau adik saya bilang, itu jubanya repot amat sich! Hahahahaaa.... pas berantem sama si Bane. Emang sich kesannya rese ya, tapi itu juga yang bikin gagahnya si Batman, well..we cant change what's already in comic, right? Haha...

Aktingnya si Kayle (Anna Hathaway) menurut saya ga maksimal lho, apa mungkin karena dia terlalu sering maen film drama, ya? Tokoh lain, saya suka Alfred, dia yg perlente, dia yg beraksen Inggris, dan yg menganggap Wayne lebih berharga daripada dirinya sendiri, kek seorang ayah banget, kan?

Sisanya, film ini pantas ditonton lha, pantas untuk mengorbankan beberapa hal, seperti mengorbankan diri buat minjem duit demi tiket bioskop, dan semacamnya lha. Asal jangan tembak2 orang ajah.

Saturday 21 July 2012

Its When U Cant Choose

Aku inginnya bertahan, tapi bukan untuk diprediksi dgn siapa akunya nanti. Aku inginnya bertahan sampai tiba waktunya kupetikan anggur untukmu (atau sampai kau sendiri yg membuatku berhenti)

by Edobrith on Wednesday, 17 November 2010 at 15:44

Little Fella

Hey..litte fella!
I've been known u for a few minutes, u caught me, and I pretend nothing happened.
But we chat a lot, nothing seems to be wrong untill u finnally found out whats going on.
U know, u really got my attention and i cant take my eyes of u.
Wanna touch u softly, looking u directly, know u deeper, and talk with u longer.
Its a short time for u to get me excited to received ur msg, I smiled all the way but frown in our very last moment :-)
Well, time to face whats in, in our life.
Its been nice to know u, and I actually waiting the right moment, to get another changce.
Adios ;-)


Original by Mancheskorieva on Friday, 17 September 2010 at 19:54

Wordliness

Here where i stand,
u gave me happyness, so does the sadness,
to learn, to know,
to get better, or worse,
said i have so many options,
while actually all i can choose is just live,
live life..fullestly,
its a fake thing,
so we think our life is colourfull,
the fact everything's just black n white,
and in between,
look at me, while i look at u,
i stand for u,
i live for u,
i face the storm for u,
i walk for u,
i play guitar for u,
i sing for u,
i dream 'bout u,
i think 'bout u,
trying to find a way to get free,
from worldly,
from weakly,
from fantasize,
coz i've been live in it,
but world, look what u've done to me...





Original by Mancheskorieva on Saturday, 14 August 2010 at 22:04

Dear Father

I spend a little time, watch him when he sleep. Is the only time he can get relax and free. U never realise, there's a bit smile on his face. When he awake, he began another day, another life, another problems. 
He never tired, he cook, he work, he teach. 
He never ask, instead give, give, and give. 
As I watch him fall a sleep, I can't imagine life without him, my mentor, my guardian, even in 28..he still treat me like his special little girl, maybe 'till someone take me as a bride. 
He's the one who's gonna be the everlasting person that hold my hand, even untill I die. 
I'm gonna see him getting old day by day, with his hair that's getting white. 
I'm sorry, deeply from the heart, I still can't be what u want, the one that u can be proud of, the one that u can count on, coz I'm the one who still count on u. I'm a fool while u thought a lot. 
But I rather let my self bleed, hurt, broken heart, injury, or what ever it is, as long as its not you. 
I can't see u sick, I rather be the one who feel the pain. I want to share my age, let u see the world a little bit more even the world itself is not something that can make you happy. 
I'm just like you, hide my tears from you, like u always do too behind me. 
How can I have a one like u? You're a bless.. And I can't believe I'm the lucky one. 
Its enough to have you, just you. You make me strong and stronger. 


Kalo bahasa Inggrisnya masih salah2, tolong dibetulin yach :D
maklum masih belajar

Time Alias Waktu

Time..wont u stay here for a while. Take a rest, u must be tired working every second. 
Working so hard rotate the world. 
Ure uncompromise'able, u dont let me enjoy my moment by taking all joy so fast. 
Why u working so fast? Why would be 24 hours a day? Why would be 7 days in a week? Why when we blink, another year goes by, like u only taste it, even it tasted thousands flavours on it. 
I know u always try to give a leason to this lazy people, so they can appreciate u more. But Time, dont go so fast, be my friend. 

Tulisan seorang pemalas T.T



Original : by Edogawa Brith on Monday, September 13, 2010 at 1:20pm

Mad

Aku tau kmu dsna tdur dgn tenang, ga peduli seberapa deras airmata ini keluar, ga peduli seberapa sakit kepala ini mikirin kamu. Keegoisanku, kburukan pikiranku merefleksikan kcintaanku, cuma qt tlalu marah untuk sadar hal itu. Tp perubahan sikap kmu, hnya mncerminkan ktenangan kmu dlm khilanganku. Aq tau nilaiku turun dmata kmu, hal2 lama, ksalahan2 lama yg TIBA2 saja kmu jadikan alasan atas prubahan sikap kmu. Dmata kmu, aq sebodoh itukah hingga ksalahan2ku kmu jadikan tameng atas perubahanmu itu? Kmu bilang bhentilah bpikiran buruk tp kmu ga bantu aq merubahnya, krn kmu msh ga berubah. Kmu biarkan sikap barumu itu membombardir pikiranku, hingga racun itu tumbuh dgn sendirinya, dan tetap aq yg salah, pdhl qt berdua tau dari mana akar racun itu brasal. Apakah kmu mrasa kmu lebih smpurna krn kmu bpikir ksalahanmu lebih sedikit. Sialnya aq memang melihatmu lebih agung dr yg lainnya. Berapa ratus kali harus aq bilang pd diri sndiri, kalo aq bisa lupain kmu dan bangkit. Nyatanya aq sadar itu akan makan waktu lama dan sulit. Akan aq tunggu sampai mata ini tbuka dgn sendirinya bahwa sbenarnya hanya sinar semulah yg ada dmahkotamu itu.




Original : by Edogawa Brith on Tuesday, August 31, 2010 at 12:28pm
Reposting ajah, hehehe.. :D

Untitled

Theres always apart of me that always wants to hear a melow songs 
When i tell the world i'm rock 
When i enjoy myself and learn myself better when i'm drowning 
I always cant believe how fast people walking and do something when i standing still 
They cant wait, they want to win 
So why not me? 
But i just cant control when others are trying to 
I cant do what people think i should, when my heart screamin say no 
Let me learn myself by doing what i think is right and even wrong 
I know some people might get hurt, but life is not about always beautifull or on the line 
Hey, you old fella! U forgot what it was like to be young 
Mention me what things u did thats broked the rules, and things u did that made us proud 
Bet u did both, so will i..! 
Wont u take a few minutes just to look at each other, the ground, and the sky. 
Put ur suitcase thats full with papers and things that burden u 
See widely, breath deeply, think positively 
Take off ur shoes and even ur socks 
Feel the ground 
Feel it when u can only see the sky 
We are under it, we are in between 
We are one in a million 
Let the mistakes united us so we can see the kindness of each other 
Take me as i am 
I'll take u as u are 
We take people as they are..





Original : by Edogawa Brith on Sunday, September 26, 2010 at 11:45p

I Called my Father Hagrid :D

Mudah2an.. Hagrid sudah membayar apa yg menjadi hutang dikehidupan masa lalunya, benih buruknya tersamarkan karena benih baik yg ia tanamkan, hingga hasil benihnya itu begitu penuhnya dan bisa ia nikmati direinkarnasinya nanti.
Setelah berjuang sendiri, puluhan tahun, tanpa imbalan, apalah yg tidak mungkin akan saya beri.. Tapi tubuh yg dihasilkan dari perpaduan antara DNAnya dan orang yg meninggalkannya ini, masih belum mampu membuatnya menyunggingkan senyum kebanggaan. Hagrid memberitahu kesalahan saya antara ketegasan dan kelembutan. Ia tau kenakalan saya, dan ia diam, ia bingung, dan ia menyendiri dikamarnya memikirkan cara menyadarkan saya bermalam2. Tapi begitu mengetahui saya sakit saja dia langsung bertindak.
Hari ini saya melihatnya tertidur..nampak lelah, dan tua. Apa yg tidak mungkin saya lakukan untuknya? Dengan pengorbanannya, masih pantaskah saya mementingkan kebahagian sendiri?
Dengan usia yg semakin tua ini, saya bharap..jalannya lebih panjang dari jalan saya, sehatnya lebih sehat dari daripada usianya, peruntungannya lebih baik dari apa yg pernah duga, hingga ketika ia meninggalkan fana, ia tersenyum, dan tenang..karena yg dhasilkan dan dkerjakannya semasa hidupnya ini indah, dan semuanya baik2 saja.

Wednesday 7 March 2012

Lost in Manhattan


Tina tiba di Manhattan. Sungguh membuat jantung berdebar mengingat dikotanya sendiri Tina bisa tersesat, apalagi disini.
Tina melihat Taxi kuning bertengger dipinggir stasiun. Langsung saja Tina masuk kedalam Taxi itu sambil menyeret travel bagnya. Tina berniat memberikan kertas berisikan alamat yang ditujunya pada supir. Tina hendak melanjutkan studinya di Manhattan dan tinggal di asrama.
Tidak ada supir didalam Taxi itu. Tina melihat-lihat keluar mencari-cari supir Taxi. Tina tidak tahu apakah supir disitu memakai seragam yang sama dengan warna taxinya, seperti dikotanya,Bandung, tapi Tina tidak menemukan seorang pun memakai baju berwarna kuning disitu.
Tina menunggu beberapa menit didalam Taxi, siapa tahu supirnya sedang kekamar kecil atau semacamnya. Beberapa menit berlalu tapi supir Taxi itu belum datang juga, membuat Tina kesal.
Tiba-tiba seseorang masuk dan segera mengemudikan Taxi itu dengan perlahan. Inilah supirnya. Dia berkulit hitam, berbaju merah terang, dan berambut gimbal. Rambutnya diikat keatas hingga terlihat seperti bunga mekar.
Aneh juga supir itu tidak menanyakan kemana tujuan Tina. Tina menunggu sampai Taxi itu keluar dari kawasan stasiun, barangkali dari situ dia akan bertanya.
Exuse me, Sir”, Tina menepuk bahu supir itu.
Yeah?”, supir itu menoleh sekilas kebelakang, lalu kedepan, lalu kebelakang lagi dengan cepat, “WHAT??!!”.
Tina mundur dengan cepat kebelakang karena terkejut.
“Bagaimana kau bisa masuk kesini?”, Tanya supir itu. Dia sangat menyeramkan (menurut Tina), apalagi dengan kulit hitam yang tidak ada manis-manisnya itu.
“Hanya..tinggal membuka pintunya saja, Sir. Jika itu maksudmu”, jawab Tina gugup.
“Oh, shit! Ini bukan taxi, Nona!”.
“Bukan taxi?”, Tanya Tina bingung.
“Maksudku, ya ini taxi, tapi..libur hari ini”.
“Libur? Tapi saya lihat taxi ini diam didepan stasiun, jadi saya kira..”, Tina sengaja menggantungkan ucapannya.
“Ok, Ok”, supir itu melambai-lambaikan tangannya tanda tidak mau berdebat. “Kau mau pergi kemana?”.
Tina memberikan kertas berisikan alamat dengan takut. Pria itu mengambilnya dengan cepat dan membacanya.
“What?! Oh, man! Tempat ini jauh sekali. Damn far!”, lalu supir itu melemparkan kertas itu kebelakang. Tina mengambilnya sambil menggerutu.
“Jadi bisakah Anda mengantar saya ketempat itu, Sir?”.
Later, Ok-nanti. Aku janji. Kau lihat mobil itu? Yang berwarna hitam”.
“Ya”, jawab Tina bingung.
“Aku harus membuntuti mobil itu sekarang. Ini darurat, ok. Jadi sabar saja. Kalau tidak kau harus turun disini”.
Apa? Menurunkan Tina ditengah-tengah kota yang padat ini? No Way!
“Tidak, Sir. Saya ikut bersama Anda”, mudah-mudahan, supir ini menepati janjinya. Tapi sebenarnya supir ini sedang apa, sih? Pikir Tina.
Good girl! Aku bukan supir taxi, tapi aku butuh taxi ini untuk membuntuti seseorang supaya mereka tidak curiga. Aku antar kau nanti”.
Oh, wow! Bad for Tina.
Lalu supir itu melanjutkan konsentrasinya mengejar mobil hitam yang ada tepat dihadapan taxi tersebut. Dua-duanya melaju dengan kecepatan normal.
Sampailah mereka dikawasan China Town (Tina lupa semua, dan menikmati pemandangan China Town seolah dia sedang tour didalam mobil). Mobil hitam itu berhenti disebuah bangunan yang bertembok tinggi, dengan pintu gerbang khas China, besar dan kokoh berwarna merah. Dari mobil itu keluar 3 orang berambut hitam dan bermata sipit dengan pakaian yang serba hitam. Salah satunya, yang berjenggot pendek sedang merokok.
Setelah itu dari gerbang keluar beberapa orang . Pria yang sedang merokok itu membicarakan sesuatu dengan orang-orang yang baru keluar itu, lalu beberapa dari mereka melihat kearah taxi.
Oh, shit!”, teriak si supir. Dia langsung memundurkan taxi dan berbalik arah dengan cepat sampai mengeluarkan bunyi decitan, dan segera pergi. “Mereka tahu kita”.
“Kita?”.
Beberepa dari pria berbaju hitam itu lari mengejar taxi kuning itu, sebagian lagi mengejar menggunakan mobil.
“Ya, ampun! Ada apa ini?”, teriak Tina dalam bahasa Indonesia.
Supir itu bingung mendengar Tina bicara. Tapi bukan saatnya untuk wawancara, saatnya untuk lari dari sarang macan.
“Apa yang terjadi, Sir?”.
“Aku jelaskan nanti. Dan tolong, jangan panggil aku Sir. Aku alergi mendengarnya. Panggil aku A.J”.
Ha! Bagus sekali. Perkenalan disela-sela kecepatan tinggi.
What’s your name, fella?”.
Tina bingung, “namaku bukan fella, Sir, maksudku A.J. Namaku Tina”, jawab Tina tidak mengerti kalau maksud A.J dengan fella itu adalah teman.
A.J membelok tajam kekiri, dan Tina jatuh kekanan. Lalu Tina buru-buru memakai sabuk pengaman.
“Kau berasal darimana?”, Tanya A.J.
“Indonesia”.
“Wow. Bali, huh?”, ucap A.J tertawa sambil kembali membelok dengan tajam. Tina terbanting lagi, hanya saja kali ini sabuk pengaman menyelamatkannya. “Apa yang kau lakukan di Amerika? Berlibur?”.
           “Tidak. Saya berencana untuk kuliah disini”.
          “Wow! Ngomong-ngomong soal kuliah, aku juga berencana untuk kuliah. Aku sudah menabung, khusus untuk pendidikanku”.
           Tina tidak tahu harus berkomentar apa.
           “Oh my God, kita kehabisan bensin!”, teriak A.J.
           “Apa?”.
           “Kita harus berhenti disini!” A.J belok dan masuk ke sebuah gank yg pinggir-pinggirnya merupakan sebuah gedung tinggi. “Sekarang keluarlah!”.
           Tina terus menerus melantunkan doa dalam hatinya. Sekarang dia harus keluar dari taxi menghindari genk mafia.
           “Lari! Lari! Ikuti aku!”.
           “Tapi tasku?”.
           “Tinggalkan saja!”.
           “Apa? Tapi didalamnya ada uang, paspor dan...”.
          A.J mencekal lengan Tina. “Mereka melihatmu bersamaku, sekarang kalau kau ingin selamat, ikuti aku, Ok! Kita akan mengurus soal paspor dan yang lainnya nanti,ok!”.
          Tina sangat bingung, tapi tidak bisa menjawab (A.J benar-benara menyeramkan). A.J mengartikannya sebagai tanda setuju.
         “Sekarang lariii!”, A.J menarik tangan Tina dan berlari sekencang mungkin melewati keramaian.
          1 dari 2 mobil yang mengejar mereka, segera keluar dari mobil dan berlari mengejar. Mereka berlari tidak kalah cepat.
Kemudian A.J berbelok kearah jalanan yang lebih kecil. “Aku tahu jalan pintas disini. Ayo!”.
Ya, Tuhan! Dosa apa sampai harus mengalami kejadian seperti ini, rintih Tina.
Di jalan itu terdapat sebuah apartemen, sisi sebelah kiri dari gedung apartemen itu terdapat tangga yang bisa ditarik keatas. A.J menyuruh Tina untuk menaiki tangga itu.
“Ayo, cepat! Kau duluan”.
Tina mengikuti apa yang diperintahkan A.J, lalu A.J menyusul dibelakang Tina. Setelah sampai di lantai 1, A.J segera menarik tangga itu keatas. Tina melihat orang-orang berbaju hitam dibawahnya. Sebagian memutuskan untuk berjaga disitu, sebagian lagi berlari kepintu depan.
“Ayo, cepat!”, A.J menyerobot duluan, sehingga A.J kini didepan Tina. A.J membuka pintu dari lantai itu dan mendapati sepasang kakek-nenek yang sedang asyik nonton dan merajut. Mereka berdua tampak begitu terkejut. Saking terkejutnya mereka tidak bisa berkata apa-apa, hanya menganga.
“Permisi, he..he..”, ucap A.J terkekeh malu (atau tak tahu malu).
“Maaf, menganggu”, Tina ikut minta maaf, lalu mereka keluar lewat pintu depan apartemen kakek-nenek itu.
“Kita harus cepat!”.
“Hey, A.J”, tiba-tiba seseorang memanggil nama A.J.
A.J melongo bingung dan kaget. “Hey, Leo?”.
Tina, melihat apa yang dilihat A.J, 1 pria menyeramkan lainnya didampingi seorang cewek yang juga berkulit hitam. Dia berkepala botak, dan tubuh berotot. Tina bisa melihat tonjolan-tonjolan otot diperutnya. Dia menengteng T-shirtnya, dan memakai celana jeans kedodoran. Dia juga bertato.
Watchu doin here?”, Tanya orang bernama Alex itu.
“He..he.., cuman jalan-jalan. Dan kau, apa yang kau lakukan disini?”
“Aku tinggal disini. Tidak ingat, ya?”, jawab Alex dengan suara basnya yang tenang. “Kau ingin bertemu Maia lagi?”, cewek dibelakangnya tersenyum meremehkan.
“Oh! No, no, no. Aku hanya main-main waktu itu. He..he..he.. Lagi pula aku punya cewek baru”, A.J terlihat ragu-ragu, tapi berusaha tertawa.
Girlfriend? Who?”.
A.J segera merangkul Tina, “ini cewekku. Isn’t she hot, maaan?!”. A.J mencubit pundak Tina untuk ikut bersandiwara.
Alex mengusap-usap dagunya, nampak tertarik pada Tina. “Ya. Darimana kau dapatkan dia?”.
“Oh, itu rahasia, he..he..”. Tina memandang kesal pada A.J, tapi A.J malah mencubitnya lagi.
Anyway, mana uangku?”, tanya Alex sedikit seram.
“Uangmu? Oh, ya. Uangmu.., tertinggal dirumah. Aku bawakan nanti, Ok!”.
“Tertinggal dirumah? Aku pikir kau akan bayar hutangmu hari ini?”.
“Ya, memang, memang. Tapi, kau tahu kan, cewekku mengajak kencan. Jadi, hmm.., kau tahulah! He..he..”.
“Kau jangan macam-macam denganku, A.J!”.
“Tidak, tidak..”, ketika A.J mau menjawab, pria-pria berbaju hitam muncul ditangga. “Oh, no!!”, A.J segera menarik lengan Tina dan berlari menuju arah yang berlawanan.
“Hey, mau kemana kau?!”, teriak Alex marah.
“Aku akan kembali”, balas A.J berteriak.
Oh, no! You’re goin no where!”, Alex melempar T-shirtnya dan segera berlari mengejar A.J
“Aaaargh”, Tina menjerit.
Oh, Jesus! What a bad day!”, gumam A.J sambil terus berlari.
Orang ini kriminal, pikir Tina.
Keluar dari pintu samping gedung apartemen, A.J berlari menuju gang lainnya, dipinggir-pinggirnya terdapat banyak sampah. A.J dan Tina berlari secepat mungkin sambil sesekali menengok kebelakang. Alex dan 4 orang berbaju hitam lainnya masih mengejar.
Gang kecil itu menembus kesebuah jalan besar. Sebelum A.J dan Tina sampai diujung gang itu, beberapa orang berkulit hitam (lagi), muncul disalah satu pintu. A.J mendadak memejamkan matanya, kesal dan menggerutu dalam hati atas kesialan-kesialan hari ini.
“Aku tidak punya pilihan lain, man. Aku tidak punya pilihan”, gumam A.J pada dirinya sendiri. Tina bingung.
“Hey! Itu A.J!”, teriak orang-orang yang baru keluar itu.
Oh, Gosh! What now?!”, rintih Tina letih.
Orang-orang iu mencekal A.J dan Tina.
“Hey, hey! Apa-apan ini?”, teriak Tina dalam bahasa Indonesia.
Relax, they are my hommies-mereka temanku”, ucap A.J tersenyum terpaksa, seolah mengerti ucapan Tina.
Hommies? They act like enemies! - teman? Mereka seperti musuh saja!”.
Orang-orang itu membawa A.J dan Tina masuk kepintu dimana tadi mereka keluar. Suasana didalam seperti gudang dan gelap. Hanya ada beberapa lampu kuning memanjang keruangan berikutnya. Akhirnya mereka sampai kesatu ruangan gelap. Yang hanya ada satu penerangan diatas meja bertumpuk kartu-kartu.
Hello, A.J. What’s up?”
Tina bergidik melihat orang yang bicara itu. Dia sangat besar dan gemuk, kulit hitam berminyak, kalung yang besar-besar, termasuk gelang dan cincin yang besar-besar.
Cekalan orang-orang tadi kini terlepas, supaya A.J dan Tina bisa leluasa bicara dengan bosnya.
Hey, Big Daddy! How’s goin on?”, tanya A. J tertawa bodoh, dan seolah ia akrab dengan orang ini.
Orang yang dipanggil Bid Daddy itu memainkan kartu ditangannya dan menjawab dengan santai tanpa memandang A.J. “Seperti yang kau lihat, A.J”.
“Oh, hehe..”, A.J terkekeh, tapi terlihat sekali dia sedang bingung dan tegang.
“So, kau bawa uangku?”. Tanya Big daddy.
“Oh, uang itu, tertinggal dirumah”, jawab A.J seperti alasannya pada Alex.
“Tertinggal dirumah?”, tanyanya tetap tenang. Tapi ada kengerian pada ucapannya.
“Well, itu karena, aku tidak berencana untuk menemuimu siang ini”.
“Kau tidak berencana menemuiku?”, nada bicaranya naik, membuat A.J lebih tegang dari sebelumnya.
“Maksudku, ya, aku berencana menemuimu. Tapi bukan siang ini, nanti malam maksudku. Aku ada pekerjaan ”, jawab A.J gugup.
“Dan apa itu”, tanyanya sangat tenang.
“Ah, bukan apa-apa. He..he..”.
Try me”.
“Em..”, keringat dingin bermunculan. Tina menatap A.J menunggu jawaban pasti supaya dia bisa cepat-cepat keluar dari sini.
“Kami mencoba untuk mencuri uang dari Ayahku”, tiba-tiba Tina bersuara. A.J kaget, matanya melotot. Kali ini Big Daddy langsung melirik Tina. Tina bergidik. Orang ini menyeramkan sekali.
“Mencuri uang dari Ayahmu? Apa aku tidak salah dengar”.
“Benar. Dia butuh uang dan aku juga butuh uang. Tidak mungkin kami mencuri dari bank, kan?! Terlalu beresiko. Jadi aku mengajaknya mencuri uang Ayahku”.
“Ayahmu kaya?”.
“Tidak juga. Tapi dia punya uang tersimpan disuatu tempat”.
“Dimana?”.
“Itu rahasiaku!”, jawab Tina sedikit membentak.
Bid Daddy tertawa. “Seseorang tolong, apakah aku harus mempercayainya?”, anak buahnya ikut tertawa.
“Sebaiknya kau percaya. Kalu tidak, kau tidak akan mendapatkan uangmu” Tina menjawab menantang.
Big Daddy berhenti tertawa. Gantinya dia memandangi Tina dengan sangat menyeramkan, lalu berganti ke arah A.J. “Kau tidak harus membayarku, A.J”.
“Apa?”, A.Ja membelalak kesenangan.
“Tapi tinggalkan gadis ini disini. Dan sebagai bonus, aku akan memberimu 500 dollar”.
Tina dan A.J terkejut. Lebih terkejut lagi ketika A.J menatapnya dengan pandangan mata tertarik pada tawaran Big Daddy. Tina langsung menyerbu A.J dan memukuli dadanya, “No! No way! Kau tidak bisa melakukan itu! Kau yang membuatku terlibat”, teriak Tina histeris.
“Wo..wo..wo.., calm down, lady. Aku hanya main-main”, A.J tertawa seperti sedang menyaksikan pertunjukan komedi. “Tidak bisa hidup tanpaku, ya?”, A.J memainkan alis matanya naik turun. “Sorry, Big Daddy. Tapi kami akan menjalankan rencana semula kami. Aku janji, aku akan menbayar hutangku hari ini juga”.
“Dan jika tidak?”.
“Anak buahmu ada dimana-mana. Kau tidak perlu takut kehilanganku”, A.J berseringai memperlihatkan giginya yang putih yang kontras dengan kulitnya.
“Biar aku perjelas lagi”, Big Daddy bersandar pada kursinya. Perutnya ternyata besar. “Jika malam ini, sebelum jam 12 malam kau belum membayar hutangmu, kau habis!”, ucapanya membuat gerakan seperti memotong leher.
A.J menelan ludah ngeri.
“Kau juga, young lady”.
Oh, Gosh. Aku sudah terlibat jauh, pikir Tina.
Akhirnya mereka mengeluarkan Tina dan A.J, kasar, terlempar seperti barang yang sudah tidak berguna.
Tina dan A.J mematung diluar. Lau Tina berteriak, “Aaaaargh, apa-apaan ini?! Baru saja datang ke Amerika langsung dapat paket kiriman sial bertubi-tubi. Aku cuman mau melanjutkan kuliahku saja, kenapa ujungnya jadi seperti ini?! Kau yang membuatku seperti ini, kau harus antar aku mengambil tasku, setelah itu aku tidak mau berurusan lagi denganmu!”, Tina terdiam, melihat A.J duduk pasrah, seperi mau menangis.
“Hey, ada apa denganmu?”, Tina ikut duduk.
A.J diam sejenak lalu manjawab, “ayo kita ambil tasmu, dan aku akan antar ketempat tujuanmu, ok”.
“Tapi kau…”.
“Tapi tolong, bantu aku sekali ini saja. Sekali saja, please”, rintih A.J.
“Jelaskan dulu, baru aku putuskan ya atau tidak”.

Tanpa menjelaskan A.J membawa Tina ke rumah sakit, dengan berjalan kaki. Sampai di rumah sakit, A.J membawa Tina ke sebuah ruangan. Disana terbaring seorang wanita tua yang agak gemuk. Tangannya diinfus.
A.J meraih tangan wanita itu. “Halo Bu. Bagaimana kabarmu hari ini?”.
Wanita yang ternyata ibu kandung A.J itu membuka matanya perlahan, dan menatap A.J dengan tatapan lemah.
“Tenang, Bu. Aku baik-baik saja, tidak berurusan lagi dengan genk-genk nakal”.
Tina sedikit kaget mendengarnya.
Ibu A.J mengerutkan kening, seperti tidak percaya.
You don’t believe me, Ma? Ini cewekku”, A.J menarik Tina dan merangkulnya. “Cantik, kan? Sudah kubilang aku baik-baik saja”.
Ibu A.J menatap Tina, Tina membalas dengan senyuman, lalu membungkuk mendekati dan membelai tangan Ibu A.J. “Ibu tenang saja. Saya akan menjaga A.J. Ibu bisa tenang”.
Ibu A.J senyum sedikit, lalu tertidur.

A.J menjelaskan bahwa sudah hampir 3 minggu Ibunya dirawat dirumah sakit. A.J terpaksa berhutang pada Leo dan Big daddy untuk membayar biaya rumah sakit Ibunya. Sayangnya Leo dan Big Daddy adalah tipe orang yang suka menaikan bunga pinjaman sekehendak hati, sedangkan uang tabungannya sekarang tidak cukup untuk biaya rumah sakit.
Sekarang A.J berniat untuk kembali ke China Town, untuk membebaskan sahabatnya yang bernama Derrick. Derrick bisa meminjamkan A.J uang sebesar 1.500 dollar.
“Kenapa kau tidak lapor polisi saja supaya temanmu bisa keluar”.
“Mereka akan menangkap Derrick juga, jadi aku tidak bisa pinjam uang darinya”.
“Aku akan menemanimu”, ucap Tina tiba-tiba.
“Apa?”.
“Maksudku, jika kau butuh teman”
Tanpa pikir panjang A.J langsung memeluk Tina sambil sengaja melakukan aksi pura-pura menangis. A.J malah terlihat konyol. “Oh, Tina. My friend. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan tanpamu, teman. Hiks”.
Shut up!”, Tina menahan tawa sambil melapas pelukan A.J.
A.J dan Tina mendatangi gangster yang ada di China Town. Mereka terang-terangan datang kesana untuk membebaskan Derrick.
“Aku bebaskan temanmu dengan satu syarat”, ketua genk yang urat tangannya menonjol memperlihatkan 1 tas berwarna merah yang cukup besar. Isinya, obat terlarang.
Intinya A.J dan Tina, jam 9 malam, harus mengantarkan tas itu dan ditukar dengan uang. Tempat transaksinya di salah satu restoran cepat saji, didaerah Madison Garden.
A.J sempat mengeluh, kenapa tidak dilakukan saat itu juga (saat itu pukul 6). Ketua genk tersebut hanya tinggal melotot saja untuk membuat mulut cerewet A.J diam.
Setelah itu, selama kurang lebih 3 jam, A.J dan Tina berputar-putar sambil berhati-hati terhadap polisi yang ada disekitar. Sampai mereka kelelahan, mereka akhirnya duduk di kursi taman.
“Hey, Tina! Apa yang membuatmu membantuku? Aku bukan siapa-siapa”.
“Hmm.., aku membantumu, dan kau berikan aku 100 dollar”.
“What?”, teriak A.J sampai kepalanya mundur kebelakang. Tina tertawa.
“Aku bercanda”.
“Jesus. Kau hampir membuatku menjadi orang berhutang terbanyak didunia”.
“He..he… Aku tidak tahu, aku menyukai Ibumu. Dia pasti orang yang sangat baik dan penyayang”.
Ow, yes she is. Aku bukan apa-apa tanpanya”.
“Aku yakin itu. Hey, apa kau punya beberapa dollar?”.
“Untuk apa?”.
“Aku ingin membeli hotdog disana. Aku lapar sekali”, jawab Tina memegangi perutnya.
“Aku punya 4 dollar, Tak ada lagi. Huhuhuh.., kasihan sekali”.
“Kita pikirkan itu nanti. Dengan 4 dollar kita bisa membeli 2 hotdog, kan?”.
Right”, A.J mengangguk sambil menangisi dirinya sendiri.
Tina mengambil uang A.J dan segera membeli hotdog dipinggir taman. Ketika kembali, masih beberapa meter jauhnya dari A.J, Tina melihat polisi sedang mendekati A.J. keringat dingin mulai bermunculan disekitar kening Tina. Polisi itu sedang bercakap-cakap dengan A.J. A.J menepuk-nepuk tas merahnya sambil tertawa, sepertinya polisi itu berniat untuk memeriksa tas itu. Tina tahu A.J tegang, tapi A.J berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Apa yang harus aku lakukan, pikir Tina.
“Toloong! Tolooooong!! Tasku dicopet”, Tina berteriak meminta tolong. Tentu saja Tina hanya berpura-pura, tapi keringat benar-benar membanjiri tubuhnya.
Semua orang tertuju pada Tina, termasuk polisi itu.
“Tasku dicuri! Tasku dicuri! Toloong!”.
Polisi itu segera berlari mendekati Tina. “Kearah mana pencuri itu, Mam?”.
Tina menunjuk ke arah yang berlawanan dengan A.J. “Kesana, kesana! Tolong, saya turis, paspor saya ada disana”.
“Ok. Tenang, Mam. Anda tunggu saja disini”. Polisi itu dengan tergesa segera berlari kearah yang ditunjuk Tina.
Lalu Tina dengan gerakan tangan tersembunyi segera menyuruh A.J untuk pergi. Setelah A.J berjalan menjauhi, Tina muai berjalan mengikuti A.J dari belakang tidak perduli beberapa pasang mata masih memperhatikannya.
“Fiuhh! Aku tadi benar-benar takut. Kalau aku tertangkap, aku tidak tahu bagaimana jadinya ibuku”.
“Ya, tapi sekarang sudah hampir jam 9. Kita harus segera pergi ke restoran itu. Ayo!”, ajak Tina sambil mengatur nafas.
A.J dan Tina menemukan restorannya. Mereka menunggu dikursi luar. Sepertinya orang yang dimaksud, dengan topi merah, belum datang.
Akhirnya setengah jam kemudian, seseorang bertopi merah datang mendekati mereka. “Kali mau kentang goreng, atau es krim?”, tanya cewek itu. Dia tidak mengenakan make up, tapi cantik, dan masih remaja.
“Es krim”, jawab Tina. Lalu mereka bertiga masuk kedalam restoran setelah mengatakan password masing-masing.
Cewek bertopi merah itu memesan 3 es krim, sedangkan A.J dan Tina duduk disalah satu meja. Tas merah sengaja disimpan diatas meja yang ukurannya kecil itu.
Tidak lama cewek itu datang, meletakkan es krimnya di meja, dan dan dia juga meletakkan tas berwarna hitam keperakan diatas meja, sehingga meja itu menjadi lebih sempit.
“Kau sendiri?”, tanya A.J
“Ya. Aku sudah biasa melakukannya”, jawabnya santai sambil menyuapkan sesendok es krim kemulutnya.
A.J dan Tina berpandangan tidak percaya. Cewek yang kelihatannya masih pelajar atau setidaknya mahasiswi itu terdengar begitu santai
“Ok. Tapi aku tidak mau berlama-lama disini. Ada pekerjaan menunggu. Jadi aku harus pergi sekarang”, ucap A.J.
“Ok. No problem”.
Ketika A.J hendak mengambil tas hitam, Tina mendahuluinya.
“Sebaiknya aku yang bawa. Ini tas cewek”, setelah itu Tina memeriksa isinya. Isinya uang, banyak sekali. “Haruskah kuhitung?”, tanya Tina bingung, bermaksud hati-hati. Tapi juga malas jika harus menghitung uang sebanyak itu, dan ditempat ini.
Cewek bertopi merah tertawa. “Tidak usah. Aku kenal bosmu. Kalau aku macam-macam, aku yang kena masalah. Tapi kalau kalian yang macam-macam, kalian yang kena masalah”.
Heik!
“Setelah ini, bos kalian akan menghubungiku. Tenang saja. Ini bukan pertama kalinya aku bertransaksi dengan bos kalian”.
“Thank you, tapi dia bukan bos kami”, ucap A.J senewen.
Tina dan A.J beranjak dari kursinya. Tina melihat kesekeliling. Beberapa orang melihatnya. Tina jadi sensitive karena sugesti, gelagatnya jadi aneh takut sebenarnya ada yang mengawasi transaksi gelap ini.
“Hei, jangan terlalu banyak memperhatikan orang. Kau bisa membuat dirimu sendiri salah tingkah”, ucap cewek itu. Tina hanya membalas dengan senyuman. Betul juga, pikir Tina.
30 menit menuju jam 11, Tina dan A.J baru sampai ke China Town. Maklum, mereka tidak punya uang untuk naik taxi. Mereka datang dengan sangat kelelahan.
Ketua gangster tertawa. “Bagus, bagus! Menggunakan orang luar memang lebih aman”.
“Sekarang dimana teman kami?”, tanya A.J.
“Tenang saja. Aku orang yang tepat janji. Dan ini..”, orang itu melemparkan gulungan uang yang diikat karet. “500 dollar sebagai bonus”.
“Wooo”, A.J berteriak girang sambil mengambil uang itu. “Oh, man! Ini pasti berguna sekali untukku. Thanks. Aku mau melakukan ini untuk 500 dollar, he..he..”.
Tina menyikut pinggang A.J, dan A.J langsung diam.
“Kalian tunggu saja diluar”, ucap ketua.
Tidak berapa lama ketika A.J dan Tina menunggu diluar gerbang, beberapa orang dari dalam gerbang tersebut melempar seseorang keluar.
“Oh, man!”, teriak A.J. mendekati temannya“Bagaimana keadaanmu?”, A.J membantu temannya, Derrick berdiri.
Mamamiaa.., Tina terkejut melihat Derrick. Bukan karena dia hitam dan menyeramkan seperti A.J, tapi justru karena dia begitu tampan. Dia berkulit putih dengan rambut cokelat dan mata hijau yang bening. Tina tertegun.
“Aku mengkhawatirkanmu, man. He..he..”.
Derrick membersihkan jaket kulit cokelat tuanya dari debu. “Well, thanks. Hey, siapa dia?”.
“Oh, dia teman baruku. Kenalkan”, A.J terhenti melihat Tina melamun. “Hei! Hei, hei, Tina!”.
“Hei, oh! What?”, jawab Tina tersentak.
What is a matter with you, man?”.
Tina tertawa konyol, sekonyol tawa A.J.
“Ini Derrick, sahabatku yang kuceritakan”. Lalu A.J beralih pada Derrick. “Namanya Tina. Dia pacarku”.
Tina memukul tangan A.J.
“Ouch. Kukira kau cewek”.
Tina memukul A.J lagi, lalu tanpa mempedulikan A.J lagi, Tina mengulurkan tangannya pada Derrick. “Hai, senang melihatmu, akhirnya”, ucap Tina diiringi tawa Derrick.
“Aku yakin kau mengalami hari yang menyenagkan bersama A.J”, sindir Derrick.
“Oh, sangat menyenangkan. Aku tidak tahu apakah aku dikutuk atau apa sampai aku harus mengalami kesialan seperti ini”.
“Hey, siapa yang kau bilang sial?”, protes A.J. Derrick dan Tina tertawa.
“Kita harus cepat, A.J. Ingat sebelum jam 12 kau harus sudah menemui Big Daddy”, ucap Tina mengingatkan.
“Oh, Jesus. Aku ini sudah seperti Cinderella saja”, A.J menepuk dahinya. “Untunglah kau sudah keluar, Derrick. Kau janji meminjamiku 1500 dollar, kan? Ayo kita ambil sekarang”.
“Mmm.., berapa hutangmu, A.J?”.
“Hutang pada Bid Daddy 2000 dollar, pada Leo 500 dollar”.
“Ya, Ampun!”, Derrick mundur kebelakang saking kagetnya. Mulut Tina menganga karena kaget.
“Mau bagaimana lagi! Ibuku waktu itu harus dioperasi”.
“Tapi..tapi..”, Derrick terlihat gugup. “Saat ini aku hanya punya 500”.
“Apa? 500??”.
“Ya, orang-orang itu mengambilnya dariku”, Derrick menunjuk ke gebang merah didepannya. “Mereka bilang sebagai denda”.
“Oh, man! Katakan kau bercanda!”, rintih A.J.
I'm sorry, dude. That's all I got”.
“Oh, Jesus!”, A.J terduduk lemas. Beberapa detik kemudian A.J berdiri lagi. Allright, man! Aku punya simpanan uang sekolah 500 dollar dirumah. Aku punya 500 ditangan, dan Derrick kau punya 500, totalnya 1500. Masih kurang 500 untuk bayar pada Big Daddy”.
“Pinjam 500 lagi pada siapa ya?”.
“Kita coba saja bayar 1500 dulu pada Big Daddy. Daripada tidak. Ayo!”, ajak A.J mulai berjalan.
“Hey A.J!”, sapa seseorang didepan A.J.
“Leo?”.
Derrick dan Tina ikut terkejut. Leo membawa anak buahnya, jumlahnya 4 orang.
“Kau membuatku repot tadi siang”, ucap Leo dengan wajah menyeramkan, seperti siap menerkam.
“Hey, I'm sorry man. Itu hanya karena ada orang-orang yang mengejarku. Jadi aku terpaksa lari”.
“Well, aku tidak perduli alasannmu. Jika kau tidak membayar hutangmu, kau habis malam ini”.
“Hei, relax man! Aku punya uangnya. Ini”, A.J mengeluarkan 500 dollar dari saku celana jeansnya dan melemparnya pada Leo.
Leo tertawa. “Kenapa tidak dari tadi. Urusannya kan tidak akan panjang”.
A.J ikut tertawa (dipaksakan). “Aku baru mau mengantarkan uang itu”.
“Mengantarkan kepalamu! Kalau kau tidak bertemu denganku sekarang, kau tidak akan membayar hutangmu. Anyway, senang berbisnis denganmu. I'm going out of here”, Leo dan anak buahnya pergi.
A.J kembali terduduk lemas dijalanan. “Aku hanya pinjam 300, tapi jadi 500”.
“Apa?! Besar sekali bunganya”, teriak Derrick.
A.J tidak menjawab. Dia malas menjawab. “What now? Sekarang kita kekuarangan 1000 dollar”.
Derrick ikut duduk disebelah A.J. “Mau tidak mau kita harus mencobanya, A.J. Kita ambil uangmu dirumah, sisa uangku dirumahku, setelah itu kita menemui Big Daddy. Apa yang terjadi nanti kita pikirkan saja nanti. Ok?”.
A.J mengangguk. Derrick dan Tina membantu A.J berdiri. Karena masing-masing tidak uang untuk naik taxi, maka mereka harus berjalan menuju rumah A.J. Waktu menunjukan pukul 11 malam.
“Hei, rumahmu bagus juga”, ucap Tina begitu sampai dirumah A.J. Dari trotoar memasuki rumah A.J harus menaiki tangga terlebih dahulu. Di kiri kanan tangga terdapat taman yang teratur rapih. Setelah tangga baru terdapat teras dengan tempat duduk santai yang nyaman dikiri kanan pintu utama yang terletak ditengah.
A.J menaiki tangga dengan lemas. Dia membuka kunci rumahnya, menyalakan lampu dan segera pergi keatas untuk mengambil uangnya.
Tina masih terpikat dengan rumah A.J. Sangat rapih dan dindingnya berlapis kertas tembok dengan gambar yang indah dengan warna dominan abu-abu kebiruan.
Derrick langsung pergi kedapur, membuka-buka lemari dan juga lemari es. “Kau lapar?”.
“Astaga, aku sangat lapar”.
“Hanya ada roti dan selai kacang”.
“Itupun tidak apa-apa asal A.J mengizinkan”.
“Untuk apa tanya A.J? Langsung saja makan”.
Tina bingung. Dia tidak biasa seperti ini waktu di Indonesia. Tapi Tina juga sangat lapar.
Derrick membawa sebungkus roti beserta selai kacang ke meja makan. “Ayo makan! Aku juga lapar”.
Ya sudahlah, pikir Tina. Perutnya sudah tidak bisa kompromi lagi.
Tidak berapa lama, A.J turun kebawah dan ikut bergabung di meja makan. A.J tertunduk lemas. “Apa yang harus aku lakukan? Hanya ada 100 dollar digabung dengan uang Derrick”, A.J menunduk, seperti menangis dengan kepala menempel pada meja makan. “Oh, man!”.
Melihat A.J bersedih, dan mengingat ibunya yang berwajah hangat, Tina tidak jadi makan padahal roti sudah ditangannya. “Sebenarnya aku punya 1000 dollar”.
“What?”, teriak A.J langsung terbangun bersamaan dengan Derrick yang penuh roti dimulutnya. Tina bisa melihat sisa air mata yang mungkin tidak jadi menetes pada mata A.J.
“Tapi itu uang asramaku”.
“Kau tinggal saja disini. Anggap kau sudah bayar sewa!”, A.J mencekal lengan Tina bersemangat.
“Tinggal disini? Bagaimana dengan Ibumu?”.
“Ow, kau tidak perlu menyakan hal itu. Ibuku akan sangat senang, dan dia juga kesepian disini. Lagipula ada 3 kamar kosong diatas. Kau tadi bilang kau suka rumah ini, kan?" A.J lalu mencodongkan tubuhnya tanpa berpindah tempat, mendekati wajah Tina, berkata dengan nada mengancam, "katakan kau suka!”
Tina bingung”, ya.., aku, emang suka. Tapi..”.
Derrick tertawa tertahan.
“Setuju!”, ucap A.J buru-buru. “Kau boleh tinggal disini dan uangnya akan kukembalikan. Tawaran yang bagus bukan? Sekarang mana uangnya?”.
“Uangnya, ada di taxi”.
“Ya, ampun!”, A.J menepuk dahinya.
“What? What taxi”, Tanya Derrick bingung.
“Kalu begitu kita harus cepat, karena sudah jam 11 lewat. Kita kerumah Derrick dulu untuk mengambil uangnya, lalu kita ambil tasmu, ok?”, ucap A.J (yang menurut Tina lebih seperti ancaman) masih mencekal lengan Tina.
“Ok”, jawab Tina ketakutan.
“Lets go”, A.J langsung menarik Tina.
“Tapi, tapi, aku lapar”, teriak Tina.
“Aku akan memberimu makanan apa saja yang kau mau, tapi setelah ini”.
A.J dan Derrick berlari didepan Tina. Tina sudah tidak kuat menahan lapar. Semenjak dipesawat tadi siang sampai malam sekarang Tina belum makan. Tina menyesal makanannya dipesawat tidak dihabiskan.
Sampailah mereka dirumah Derrick yang tidak begitu terawat, Derrick tinggal sendirian. Derrick segera membuka pintu tapi pintunya macet. Akhirnya Derrick memutuskan untuk mendobrak saja pintunya setelah beberapa lama.
Derrick tertawa malu pada Tina, tapi Tina tidak memperhatikan Derrick. Tina terlalu sibuk memperhatikan rumah Derrick yang gelap dan berantakan.
“Cepat, cepat! Mana uangnya?!”, teriak A.J.
Derrick segera berlalu menuju kamarnya. Sempat juga tersangkut bajunya sendiri yang berserakan, hingga ia terjatuh. Tidak berapa lama, Derrick kembali dan memberikan uangnya pada A.J.
“Kau benar-benar harus membersihkan kamarmu”, ucap Tina masih menilik-nilik barang-barang Derrick yang kebanyakan tidak penting dan layak untuk berada ditempat sampah.
“Well, thanks. Aku tidak keberatan membersihkannya denganmu”, goda Derrick bersilang tangan sambil bersandar pada dinding.
“Acara gombalnya nanti saja. Sekarang kita harus bergegas untuk mengambil tas Tina”, A.J langsung keluar kembali menarik tangan Tina. “Kita harus pakai taxi”.
“Tapi kita tidak punya uang”, teriak Tina.
“Jangan khawatir. Uang tabunganku kelebihan 50 dollar”.
“Great! Uang tabunganku kelebihan 10 dollar”, Derrick tidak mau kalah.
“Memangnya jam segini masih ada taxi?”.
“Ada kalau kau beruntung”. Jawab Derrick bercanda.
Ketika waktu sudah menunjukan pukul 11:45, mereka baru bisa dapat taxi. A.J terus merecoki supirnya untuk menyupir dengan kecepatan tinggi. Kecepatannya memang cukup tinggi, tapi supir itu tidak mau menambah kecepatannya lagi, bisa-bisa kena tilang polisi.
Akhirnya mereka sampai ditujuan. Dari situ menuju Big daddy cukup dekat, jadi mereka bisa bernafas untuk sementara.
Ada kertas tilang dibelakang mobil itu. Tapi A.J tidak menghiraukannya, bisa diurus nanti.
“Waktu kita tinggal 10 menit lagi. Ayo cepat!”, teriak Tina setelah memeriksa keadaan dan isi tasnya. Tidak kurang satupun.
“Tenang saja”, A.J duduk dilantai menyandar pada bagasi mobil. “Dari sini dekat, paling cuman 5 menit. Asal uangnya ada, kita selamat”.
“Justru itu! Uang ada, tapi masih di mesin ATM”.
“What?”, A.J dan Derrick kembali berteriak bersamaan.
“Masih..ada..di, ATM”, jawab Tina pelan, ragu, dan takut.
“Kenapa tidak bilang dari tadi?!”, Tanya A.J langsung berdiri.
“Kau pikir aku akan membawa uang sebanyak itu denga tunai!”, balas Tina.
“What now?!”.
“Sekarang kita harus mencari ATM terdekat. Dimana-mana kan ATM 24 jam”, ucap Derrick.
“Iya, tapi dimana? Apa kita masih sempat?”.
“Untuk apa ada mobil ini?”, Derrick menepuk-nepuk taxi kuning itu.
“Kehabisan bensin”.
“Well, tidak mungkin habis total, kan? Setidaknya untuk berjalan beberapa meter masih bisa”.
“Maksudmu?”.
“Maksudku, kita pakai mobil ini selagi masih bisa kita pakai. Daripada kita harus berlari, atau menunggu taxi yang lain. What do you think?”.
“Bagaimana kalu kita mogok ditengah jalan?”.
“Ya kita dorong”.
A.J dan Tina terdiam ragu.
“Jadi begini rencananya. Kita isi bensin, cari ATM, lalu kita datangi Big Daddy. Beres, kan?”.
“Ku harap bisa semudah itu”.
“Sekarang ini, apa kita punya pilihan lain? Kau mau berlari mencari ATM dan menemui Big Daddy dalam 10 menit? Tidak mungkin. Kau juga mau menunggu taxi disini, lalu pergi mencari ATM, lalu menemui Big Daddy dalam waktu yang belum tentu lamanya?”, Ucap Derrick tegas namun tenang.
Tiba-tiba taxi kuning itu menyala. A.J dan Derrick terkejut dan langsung minggir ke kanan. Setelah itu, taxi kuning tersebut berjalan mundur menuju jalan raya.
“Kalian mau naik atau tidak?”, teriak Tina.
A.J dan Derrick saling pandang, lalu melompat masuk.
“Pom bensin terdekat disebelah mana”, teriak A.J tidak tenang.
“2 blok dari sini”, jawab Derrick berteriak. Derrick segera mengarahkan Tina menuju pom bensin. Ini hari tersial dan terhebat yang pernah Tina alami seumur hidupnya. Amerika, Oh Amerika.
Untunglah pada saat itu jalanan tidak terlalu penuh, sehingga Tina bisa mengemudi dengan kecepatan tinggi.
“Hebat juga nyetirnya”, ucap Derrick.
“Sudah kubilang dia bukan cewek!”.
Sampailah mereka dipom bensin, tinggal 5 menit lagi.
“Itu! Ada ATM!”, Derrick menunjuk bersemangat. “Untunglah di pom bensin ini disediakan ATM”.
A.J segera mengisi full taxinya, Derrick berlari bersama Tina menuju ATM.
“Sial! Macet!”, Tina memukul mesin ATM ketika mesin itu tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan.
“Ayo, coba lagi!”.
Setelah itu Tina berhasil mengambil 1000 dollar dari ATM. Begitu keluar taxi kuning itu langsung datang kedepan pintu ATM.
“Ayo cepat!”, teriak A.J.
Tina dan derrick buru-buru masuk kedalam taxi. Dan dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada yang sebelumnya, mobil itu bergerak menuju markas Big Daddy.

12.00
“Bos, A.J datang”, ucap salah satu anak buah Big Daddy.
“Suruh dia masuk!”.

Selesailah urusan A.J dengan Big Daddy, juga dengan leo. A.J bersumpah tidak akan pernah meminjam uang lagi dari orang-orang seperti meraka.
Sekarang A.J, Tina dan Derrick berjalan lemas dilorong rumah sakit. Begitu masuk kekamar Ibu A.J, seorang dokter ditemani susternya berada didalam.
“Ada apa dengan Ibuku, Dok?”, Tanya A.J was-was. Tina menegang.
Dokter itu tersenyum tenang. “Ibumu sudah lebih baik. Kami sudah melepas tabung oksigennya. Beberapa hari lagi Ibumu sudah bisa pulang”.
“Oh, thanks God”, A.J menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tampak bersyukur. Kabar yang sangat menggembirakan dihari yang melelahkan.
Tina dan Derrick ikut terharu.
“Hei, A.J! Tambahi aku uangmu. Aku akan memesan pizza keju dan coca cola untuk kita bertiga”.
“Mmm, kedengarannya enak. Aku tidak sabar menunggu”, ucap Tina membelai perutnya.
Derrick tersenyum melihat Tina.
“Hey, tunggu dulu”, ucap Tina tiba-tiba. “Setahu Ibumu aku pacarmu, kan?”.
“WHAT?!”, teriak Derrick.



Sebelumnya udah pernah nulis tentang Manhattan, sekarang Manhattan lagi, xixixixiiixixii...