Tuesday 17 September 2019

1st Day in German

Hi... Gaisss... (Cieh, sebutan jaman enaauw).

Halloo pembaca yang jumlahnya luar biasaaaa cuman 1 orang (penulisnya sendiri), jangan takut buat share rejeki sama orang, jajanin/ajak jalan-jalan ponakan atau keluarganya, karena kebaikanmu pasti berbalas. Ga bermaksud pamrih, but you know what I mean.

Seperti saya yang alhamdulilah dapet subsisi dari adik bontot yang sudah 4 apa 5 tahun gitu ya, kerja di Jerman. Bukannya kakak yang nyubsidi, malah adik subsidi kakak T___T ya sudahlah, kan emang rejeki datangnya dari mana ajah. Kalo nemu uang logam gopek di pinggir jalan, yaaa... artinya memang salah satu rejekimu - dari sekian banyak, ada disitu.

Ini perjalanan pertama saya ke Eropa. Untuk seseorang yang baru pertama kali, biasanya suka ada ketakutan2 tersendiri, beberapa orang menyebutnya parno. Apa yang paling ditakuti? Bandara. Bahwa akan bingung, gimana nanti dibandara. Untungnya sebelumnya pernah mengalami beberapa kali penerbangan, jadi untuk bandara awal atau di bandara Indonesia, saya nggak ngalamin 'parno'. Yang jadi keparnoan saya, bahwa saya akan ada penerbangan transit di Doha, Qatar. Maka untuk persiapan biar nggak kesasar di bandara, saya baca2 di internet dan terutama lihat Youtube. Katro ya, gpp dech. There's always the first time for everyone.

Akhirnya, pada prakteknya: gampang koq, tinggal ikutin wayfinding ajah (petunjuk arah). Singkat cerita, turun dari pesawat pertama, naik bus yang disiapkan maskapainya itu sendiri, lalu begitu turun bus, ikutin ajah orang lain yang pasti berbondong-bondong itu :D dan yang paling penting, mulai melihat papan2 petunjuk/wayfinding. Sebisa mungkin berbekal kata2 dasar dalam bahasa Inggris mengenai kata2 yang umum dipakai di bandara, untuk pemula. Not that hard.

Tiba di Frankfurt, Jerman itu pagi hari, disambut pelukan sang adik. Perjalanan menuju rumahnya, ya pasti keren lha ya. Why? Becoz oh becoz. Karena Perjalanan yang melewati tol itu, ternyata lebih rimbun dari tol kota saya sendiri (contoh: Bandung - Jakarta). Pohon-pohon nya padat, ketika pohonnya jarang2, saya bisa lihat gunung dan padang rumput hijau yang luaaaaaasss banget. Beberapa kali melewati perkebunan anggur juga. Lalu dari jauh saya bisa lihat kincir angin pembangkit energi. Dari jauh ajah kerasa gagahnya kincir angin itu. Yang pasti tinggi banget, tapi karena belum lihat seberapa tinggi kincir itu, gagah mungkin bisa jadi kata perwakilan dulu. Udaranya sejuk, cenderung dingin, dan yang pasti... "bersih"!



Lesson atau pelajaran yang bisa diambil di hari pertama adalah ketika berada di bandara Frankfurt. Hal simple yang mungkin beberapa orang sudah tahu dan mengerti.

Ketika di bandara itu, ada 1 keluarga yang kelihatannya dari Arab atau sekitar nya. Mamahnya jalan duluan, 2 anak laki-lakinya main-main dibelakang. Nggak lama anak yang paling kecil, jatuh.

"Mama.. Mama.. " dia teriak sambil hampir mau nangis.
Mamahnya cuman diam sambil balas dengan volume secukupnya yang bisa kedenger cukup jelas dalam jarak beberapa meter (karena nggak bisa dibilang teriak si, tapi cukup lantang). Dia ngucapain kata yang saya nggak ngerti, kira-kira sih mungkin; bangun..bangun sendiri..ayo bangun, semacam itu.Anak cowok yang satu lagi yang kayaknya kakaknya, cuman bengong beberapa detik lalu pergi ninggalin sang adik, nyamperin Mamahnya. Dalam hati tuh saya ngedumel sendiri, ini emaknya ko males banget si, diem ajah bukannya disamperin.

Sambil saya terus jalan mendekati sang anak yang masih tertelungkup dilantai dan menangis, saya punya niat bantu nih anak berdiri. Tapi pas nyaris deket, itu anak bangun sendiri, tangisannya hilang, dan... Gesit dooonk!

Kalau di inget-inget, umpama ke jadian ini terjadi pada ponakan saya atau ke anak-anak sekitar, biasanya orang tuanya bakal langsung rangkul dan anaknya nangis berlanjut, mandjaaahhh...

So, learn something?
Mandiri

Ibunya sengaja nggak bantu anaknya berdiri, kakaknya juga terbiasa seperti itu. Karena rasa sayang, kita kadang nggak bisa begitu ajah ngebiarin anak kecil jatuh, pasti kita samperin dan dibantu berdiri. Namanya juga sayang, sah-sah ajah. Tapi rasa sayang itu bukan buat present time only, future is more important.

Memang sudah sangat lama, ajaran ini sudah dianjurkan untuk anak-anak kita mandiri sedari kecil dari hal-hal kecil. Tidak bermaksud menyamakan manusia dengan binatang, tapi binatang itu memang pelepasan antara orang tua dan anak berlangsung lebih cepat daripada manusia (perumpamaan ajah), hingga anak dari hewan-hewan itu lebih cepat mandiri, bisa cari makanan sendiri dan lebih cepat belajar melindungi diri sendiri.

No comments:

Post a Comment